Laporan Praktikum Kimia Iodometri dan Iodimetri



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah.
Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar zat-zat oksidator secara langsung, seperti yang kadar terdapat dalam serbuk vitamin C. Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan KI dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat baku.
Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya, sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Tuliskan semua tahapan reaksi kimia yang terjadi!
2.      Jelaskan fungsi dari masing-masing penambahan bahan yang digunakan!
3.      Mengapa amilum / kanji tidak ditambahkan pada awal titrasi?

C.    Tujuan Praktikum
1.      Menentukan kadar suatu senyawa dengan metode titrasi iodometri dengan dasar reaksi redoks.
2.      Menetapkan kadar tembaga dengan metode iodometri.

D.    Manfaat Praktikum
1.      Mahasiswa dapat menentukan kadar suatu senyawa dengan metode titrasi iodometri dengan dasar reaksi redoks.
2.      Mahasiswa dapat menetapkan kadar tembaga dengan menggunakan metode iodometri.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dari analisis kualitatif adalah pemeriksaan kimiawi tentang jenis-jenis unsur atau ion terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran beberapa zat. Setelah sifat dasar penyusun-penyusun dari suatu contoh itu dipastikan, seringkali analisis itu kemudian diminta menetapkan banyaknya tiap komponen atau komponen – komponen khusus yang ada di dalamnya. Penetapan semacam ini terletak didaerah analisis kuantitatif (Bassett, 1994).
Istilah oksidasi mengacu kepada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikkan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang mengalami kenaikkan bilangan oksidasi. Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperan baik sebagai reduktor dan oksidator, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disproporsionasi (Khopkar, 2002).
Titrasi – titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri) (Rohman, 2007).
Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut reaksi :
I2  +  2e                   2I-
Titrasi langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I2 dipakai sebagai titrat atau titran untuk mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab iodium sendiri merupakan oksidator lemah. Titrasi tidak langsung yang disebut iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi analat sehingga terbentuk I2 bebas, I2 bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na2S2O3. Cara ini dapat digunakan untuk menganalisis hampir semua oksidator yang kuat sehingga lebih sering digunakan daripada iodimetri (Harjadi, 1993).
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya titrasi iodometri suatu larutan oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator) ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. (Rivai, 1995)
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Dengan adanya kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada pereaksi oksidasi yang ditentukan, yaitu dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat  (Day & Underwood, 1986).
Kelarutan iodium rendah dalam air maka larutannya dibuat dengan menambahkan KI berlebihan, sehingga terjadi reaksi berikut :
I2 + I-                       I3-         K = = 7 x 102
Tetapan kesetimbangan proses pembentukan kompleks ini tidak begitu besar, sehingga kelebihan ion iodida dapat menggeser reaksi ke arah kanan, akibatnya dalam larutan itu iodium berada dalam bentuk ion tri-iodida I3- (Svehla, 1979).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) 2e                  2I-
Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I-                I3-
karena iod mudah larut dalam larutan iodida, reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:
I3- + 2e               3I-
Potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium (IV) sulfat      (Bassett, 1994).
Zat-zat pereduksi yang kuat (zat – zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti timah (II) klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam. Pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).
Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut – pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang – kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji karena warna biru tua dari kompleks kanji – iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan akan lebih besar lagi dengan adanya ion iodida (Anonim1, 2007).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood,1986).
Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium thiosulfat maka:
I3- + 2S2O32-  3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai berikut : S2O32-  + I3 S2O3I- + 2I- yang mana berjalan terus menjadi: S2O3I- + S2O32- S4O62- +I3- Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).
Uraian bahan :
Aqua  (Anonim, 1979)
a.       Nama resmi                 : Aqua destilata.
b.      Nama lain                    : Air suling.
c.       Struktur kimia             :  H2O
d.      Pemerian                     : Cairan jernih,  tidak  berwarna, tidak  berbau,  tidak
                                                 memiliki rasa.       
e.       Kelarutan                    : -
f.       Khasiat                        : Pelarut.
g.      Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik.

Asam Sulfat (Anonim, 1979)
a.       Nama resmi     : Acidum sulfuricum.
b.      Nama lain        : Asam sulfat.
c.       Struktur kimia : H­2SO4
d.      Pemerian         : Cairan  kental  seperti  minyak, korosif,  tidak berwarna, jika
                                    ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas.
e.       Kelarutan        : -
f.       Khasiat            : Zat tambahan.
g.      Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup rapat.

Kalium Iodida (Anonim, 1979)
a.       Nama resmi     : Kalii Iodidum.
b.      Nama lain        : Kalium iodida.
c.       Struktur kimia : K — I
d.      Pemerian         : Hablur  heksahedral;  transparan  atau  tidak  opak, berwarna dan putih;
                                   atau serbuk butiran putih, higroskopik.
e.       Kelarutan        : Sangat  mudah  larut  dalam  air, lebih  mudah larut dalam air
                                   mendidih,larut dalam etanol (95%)  P; mudah larut  dalam gliserol P.
f.       Khasiat           : Antijamur.
g.      Penyimpanan  : Dalam wadah tertutup baik.
Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) (Pringgodigdo, 1973)
a.     Bentuk kristal putih dengan rasa dingin pahit
b.Larut dalam air dan minyak terpentin, tidak larut dalam alkohol
c.     Dapat membentuk asam sulfat dan sulfur dalam larutan air
d.        Biasanya tersedia dalam bentuk Na2S2O3.5H2O
Tembaga (II) sulfat (Dirjen POM, (1979),731)
Nama resmi            : Cuprii sulfas
Sinonim                  : Tembaga (II) sulfat
RM/BM                  : CuSO4 / 249,68
Pemerian                : Prisma triklinik atau serbuk hablur, biru.
Kelarutan               : Larut dalam 3 bagian air dan dalam 3 bagian gliserol P, sangat sukar larut
                                 dalam etanol 95 % P
Khasiat                   : Zat tambahan
Kegunaan               : Sebagai sampel
Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar  : Mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari1001,0 %
CuSo4. 5H2O.
Asam asetat (Dirjen POM, (1979),41)
Nama resmi            : Acidum aceticum
Sinonim                  : Asam asetat
RM/BM                  : CH3COOH
Pemerian                : Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam, tajam.
Kelarutan               : Dapat campur dengan air, dengan etanol 95% P dan dengan gliserol P
Khasiat                   : Zat tambahan
Kegunaan               : Sebagai katalisator
Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup rapat
Amylum manihot (Dirjen POM, (1979),93)
Nama resmi            : Amylum manihot
Sinonim                  : Pati singkong
Pemerian                : Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil, putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan               : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol 95 % P
Khasiat                   : Zat tambahan
Kegunaan               : Sebagai indikator
Penyimpanan         :   Dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk dan kering.
Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol. (Underwood, 1993)




BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

1.1 Tabel hasil praktikum Standarisasi larutan natrium tiosulfat 0,1 N dengan KBrO3.
No
Kelompok
Reaksi
Warna
Volume
1
Kel. 1
KBrO3 +  H2SO4 +  KI


2

Titrasi dengan Na2S2O3


3

Penambahan Amilum


4

Titrasi dengan Na2S2O3


5
Kel. 2
KBrO3 +  H2SO4 +  KI
Kuning jerami

6

Titrasi dengan Na2S2O3
Keruh
V1 = 21 ml
7

Penambahan Amilum
Keruh tidak biru

8

Titrasi dengan Na2S2O3
Kuning susu
V2 = 29 ml
9
Kel. 3
KBrO3 +  H2SO4 +  KI


10

Titrasi dengan Na2S2O3


11

Penambahan Amilum


12

Titrasi dengan Na2S2O3


13
Kel. 4
KBrO3 +  H2SO4 +  KI


14

Titrasi dengan Na2S2O3


15

Penambahan Amilum


16

Titrasi dengan Na2S2O3



Perhitungan menentukan normalitas larutan natrium tiosulfat.
Vt   .   Nt    =  Vs   .   Ns

Vt   .   Nt    =  Vs   .  massa sampel  x  1
                                       Bes               Vs
Vt   .   Nt    =    massa sampel  x  e sampel
                                 Bms
Nt    =    massa sampel  x  e sampel
                                 Bms                  Vt
Nt    =    0,7 gram  x    1  
                             167           29 ml
Nt    =   1,4 x 10-4 N
Ekuivalen = KBrO3   → K+  +  BrO-3
Jadi ekuivalennya = 1
Bms  =  dari KBrO3
K= 39              = (39 x 1) + (80 x 1) + (16 x 3)
Br= 80             = 167
O= 16



1.2 Tabel hasil praktikum menganalisis garam tembaga
No
Kelompok
Reaksi
Warna
Volume
1
Kel. 1
CuSO4  +  Na2CO3 2% + Asam Asetat + KI


2

Titrasi dengan Na2S2O3


3

Penambahan Amilum


4

Titrasi dengan Na2S2O3


5
Kel. 2
CuSO4  +  Na2CO3 2% + Asam Asetat + KI
Kuning jerami

6

Titrasi dengan Na2S2O3
Keruh
V1 = 17 ml
7

Penambahan Amilum
Keruh tidak biru

8

Titrasi dengan Na2S2O3
Kuning susu
V2 = 14 ml
9
Kel. 3
CuSO4  +  Na2CO3 2% + Asam Asetat + KI


10

Titrasi dengan Na2S2O3


11

Penambahan Amilum


12

Titrasi dengan Na2S2O3


13
Kel. 4
CuSO4  +  Na2CO3 2% + Asam Asetat + KI


14

Titrasi dengan Na2S2O3


15

Penambahan Amilum


16

Titrasi dengan Na2S2O3


Perhitungan menentukan kadar Cu
Vt   .   Nt    =  Vs   .   Ns

Vt   .   Nt    =  Vs   .  massa sampel  x  1
                                       Bes               Vs
Vt   .   Nt    =    massa sampel 
                                 Bes
Vt   .   Nt    =    massa sampel  x  e sampel
                                 Bms                  Vt
Massa Cu   =  Vt   .   Nt  . Ar Cu 
                                             E
                   =   14 ml .  0,1 N  .  65
                                                     1
Massa Cu   =   91 mg  = 0,091 gram

Kadar Cu  = Berat massa Cu    x  100%
                     Volume CuSO4
Kadar Cu  =  0,091 gram   x  100%
                                   25 ml
Kadar Cu  =   0,364 %
Ekuivalen = CuSO4   → Cu+  +  SO2-4
Jadi ekuivalennya = 1
Ar Cu = 65














BAB V
PEMBAHASAN

Percobaan iodometri/iodimetri ini bertujuan untuk melakukan standarisasi larutan Na2S2O3 yang telah dibuat dengan menggunakan larutan standar primer KBrO3, dan menentukan jumlah Cu yang terkandung dalam CuSO4. Prinsip dari percobaan ini adalah titrasi oksidasi reduksi dengan yodium sebagai dasar analisis. Dimana dalam percobaan ini ion iodide digunakan sebagai agen pereduksi (iodometri) sedangkan iod digunakan sebagai agen pengoksidasi (iodimetri). Dalam percobaan ini Na2S2O3 digunakan sebagai titran hal ini dikarenakan banyak agen pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodine, larutan Na2S2O3 tidak stabil dalam jangka waktu yang lama, sehingga perlu dilakukan standarisasi untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dengan menggunakan larutan standar primer.
1.      Standarisasi Na2S2O3 dengan KBrO3
Dalam proses iodimetri  biasanya digunakan larutan standar natrium tiosulfat. Larutan Na2S2O3 perlu distandarisasi karena larutan Na2S2O3 tidak stabil dalam jangka waktu yang lama. Bila disimpan lama, bakteri yang memakan belerang akhirnya masuk ke larutan itu  dan dalam proses metaboliknya akan mengakibatkan penmbentukan SO3-, SO42- dan belerang koloidal. Belerang ini akan menyebabkan kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. (Underwood,1986)
 Pada standarisasi Na2S2O3 ini digunakan larutan standar primer berupa KBrO3  sebanyak 0,7 gram yang dilarutkan dalam labu ukur sampai 250 ml karena  KBrO3 merupakan oksidator kuat yang mempunyai berat ekuivalen yang cukup tinggi, tidak higroskopis dan padatan atau larutan yang amat stabil. (Underwood, 1986) . Kemudian pipet 35 ml larutan ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 3 ml larutan asan sulfat 3M. dan kemudian ditambahkan pula Kalium Iodida, kemudian ditutup dengan Alumunium foil dan didiamkan ditempat gelap selama 5 menit, Fungsi penambahan padatan kalium iodida ini untuk memperbesar kelarutan iodium yang sukar larut dalam air dan kalium iodida ini untuk mereduksi analit sehingga bisa dijadikan standarisasi. Kemudian ditambahkan larutan asam sulfat karena titrasi ini dilakukan di suasana asam (pH < 8,0), bila pada pH > 8,0 maka akan bereaksi dengan hidroksida. (Day & Underwood,2001). Berdasarkan percobaan yang dilakukan,  setelah 5 menit terjadi perubahan warna menjadi kuning, kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai berubah warna menjadi keruh pada volume 21 ml. Selanjutnya ditambahkan dengan indicator Amilum warnanya tetap keruh dan tidak terdapat warna biru kemudian titrasi dilanjutkan dengan larutan Na2S2O3 warnanya berubah menjadi kuning susu pada volume 29 ml. Hal ini menunjukkan bahwa hasil praktikum tidak sesuai dengan literature yang menjelaskan bahwa Indikator amilum ditambahkan ditengah-tengah titrasi untuk mendeteksi adanya iod bebas. Dan ketika ditambahkan amilum terbentuk warna biru berarti terbentuk kompleks iod dengan b-amilosa. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru karena iodine bereaksi dengan natrium tiosulfat. (Underwood,1986). Pada standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan KBrO3 didapatkan Normalitas untuk larutan natrium tiosulfat sebesar 1,4 x 10-4 N melalui perhitungan dengan rumus :     
Vt   .   Nt    =  Vs   .   Ns

2.      Menganalisis Garam Tembaga
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat dan bila tiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga. Larutan yang digunakan adalah CuSO4  yang kemudian ditambah KI yang bertujuan untuk menghasilkan iod bebas.  Reaksi :
2Cu2+   + 4I-                 -->2CuI(S)       + I                ( Underwood, 1986 )
Pada percobaan ini awalnya larutan CuSO4 berwarna biru muda kemudian ditambah 3 tetes Na2CO3 2%,  3 ml Asam asetat 2N  dan 1 gram KI warnanya menjadi kuning. Selanjutnya  setelah dititrasikan dengan natrium thiosulfat sebanyak  17 ml warnanya berubah menjadi kuning jerami dan setelah ditambahkan amilum sebanyak 1 ml warnanya menjadi kuning ada birunya kemudian dilakukan titrasi kembali dengan thiosulfat sebanyak 14 ml warnanya menjadi kuning dan birunya hilang. Hal ini menunjukkan bahwa hasil praktikum sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa Pemberian indikator amilum diberikan saat mendekati titik akhir titrasi atau pada pertengahan titrasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada iod bebas yang terbentuk. Warna biru yang terjadi adalah warna dari komplek iod-kanji yaitu ikatan antara iod dengan β-amilosa. Titik akhir reaksi ditandai berubahnya warna biru menjadi jernih, ini berarti semua iod bebas yang terbentuk bereaksi dengan ion S2O32-.( Underwood, 1986 ) pada percobaan menganalisis garam tembaga ini didapatkan hasil bahwa kadar Cu dalam larutan CuSO4 adalah 0,364 % melalui perhitungan dengan rumus
Kadar Cu  = Berat massa Cu    x  100%
                     Volume CuSO4
Dari hasil kedua percobaan yang telah dilakukan terdapat kesalahan-kesalahan yang menyebabkan hasil praktikum tidak sesuai dengan literature hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain :
  1. oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan meningkatnya asam)
  2. reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8)
  3. larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit hilang warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran.
  4. pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum dan hasil peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.
  5. penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam KI.
  6. larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan larutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat menjadi ion sulfat
(Perdana, 2009).
Kekurangan kanji sebagai indicator adalah :
  1. kanji tidak larut dalam air dingin
  2. suspensinya dalam air tidak stabil
  3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I2 akan membentuk kompleks Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka penambahan kanji dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen.
 (Perdana, 2009).






BAB VI
PENUTUP


  1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut :
  1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
  2. Pada percobaan Standarisasi Na2S2O3 dengan KBrO3 , Normalitas Na2S2O3 yang diperoleh dari hasil percobaan adalah  1,4 x 10-4  N.
  3. Kadar tembaga dalam garam CuSO4.5H2O dapat ditentukan dengan cara iodometri.
  4. Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan  terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.
  5. Massa tembaga pada larutan diketahui sebesar 0,091 gram dan kadar tembaga dalam larutan sebesar 0,364 %.

B.     Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum mahasiswa lebih berhati-hati dan teliti lagi supaya tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang menyebabkan hasil praktikum tidak sesuai dengan literature.






                                             
DAFTAR PUSTAKA

1.      Basset, J.C., F.C. Denay, S.B. Jefferey & J. Mendham.1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh L. Setiawan. Edisi Keempat. EGC. Jakarta.
2.      Underwood, A.L., day, RA., (1993), “Analisa Kimia Kuantitatif”, Edisi V, Alih Bahasa : R. Soedonro, Erlangga, Surabaya, 302-304
3.      Rohman, Abdul, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
4.      Svehla, G., 1979, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke lima,  PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta.
5.      Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia, Jakarta.
6.      Khopkar, S. M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta.
7.      Day, R.A & Underwood, A. L., 1986,  Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
8.      Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
9.      Dirjen POM, (1979), “Farmakope Indonesia”, edisi III, Departemen Kesehatan RI., Jakarta, 143, 581, 587, 714
10.  Day, R.A & A.L.Underwood. 2001. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis Sopyan. Erlangga.Jakarta.
11.  Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia, Jakarta.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer