Laporan Praktikum Kimia Iodometri dan Iodimetri
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Titrasi iodometri dan iodimetri
adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi.
Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode
lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang
sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah.
Iodimetri adalah jika titrasi
terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan tidak langsung. Dilakukan
percobaan ini untuk menentukan kadar zat-zat oksidator secara langsung, seperti
yang kadar terdapat dalam serbuk vitamin C. Titrasi tidak langsung iodometri
dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga
sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan KI dan iodin dalam
jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat
baku.
Dalam bidang farmasi metode ini
digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2,
Fe (III), Cu (II) dan sebagainya, sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti
mengetahui mutu dan kualitasnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Tuliskan semua tahapan reaksi kimia yang
terjadi!
2.
Jelaskan fungsi dari masing-masing
penambahan bahan yang digunakan!
3.
Mengapa amilum / kanji tidak ditambahkan
pada awal titrasi?
C. Tujuan Praktikum
1.
Menentukan kadar suatu senyawa dengan
metode titrasi iodometri dengan dasar reaksi redoks.
2.
Menetapkan kadar tembaga dengan metode
iodometri.
D. Manfaat Praktikum
1.
Mahasiswa dapat menentukan kadar suatu
senyawa dengan metode titrasi iodometri dengan dasar reaksi redoks.
2.
Mahasiswa dapat menetapkan kadar tembaga
dengan menggunakan metode iodometri.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi dari analisis kualitatif adalah pemeriksaan kimiawi
tentang jenis-jenis unsur atau ion terdapat dalam suatu zat tunggal atau
campuran beberapa zat. Setelah sifat dasar penyusun-penyusun dari suatu contoh
itu dipastikan, seringkali analisis itu kemudian diminta menetapkan banyaknya
tiap komponen atau komponen – komponen khusus yang ada di dalamnya. Penetapan
semacam ini terletak didaerah analisis kuantitatif (Bassett, 1994).
Istilah oksidasi mengacu kepada setiap perubahan kimia
dimana terjadi kenaikkan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai
dengan hilangnya elektron, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator
adalah senyawa dimana atom yang mengalami penurunan bilangan oksidasi.
Sebaliknya pada reduktor, atom yang mengalami kenaikkan bilangan oksidasi.
Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi
satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak
kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperan baik sebagai reduktor dan
oksidator, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau
disproporsionasi (Khopkar, 2002).
Titrasi – titrasi redoks berdasarkan
pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini
biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun
demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya
kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi yang melibatkan iodium dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak
langsung (iodometri) (Rohman, 2007).
Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang
menyangkut reaksi :
I2 +
2e
2I-
Titrasi
langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I2 dipakai sebagai
titrat atau titran untuk mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab
iodium sendiri merupakan oksidator lemah. Titrasi tidak langsung yang disebut
iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi analat sehingga
terbentuk I2 bebas, I2 bebas ini dititrasi oleh larutan
baku Na2S2O3. Cara ini dapat digunakan untuk
menganalisis hampir semua oksidator yang kuat sehingga lebih sering digunakan
daripada iodimetri (Harjadi, 1993).
Iodimetri
adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat,
arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah
analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan dengan penambahan
larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan
larutan iodum. Artinya titrasi iodometri suatu larutan oksidator ditambahkan
dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah
oksidator) ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. (Rivai, 1995)
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida
merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium
digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan
sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi
yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah
penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup
kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan
proses iodometrik. Dengan adanya kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada
pereaksi oksidasi yang ditentukan, yaitu dengan pembebasan iodium, yang
kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day &
Underwood, 1986).
Kelarutan iodium rendah dalam air maka larutannya dibuat
dengan menambahkan KI berlebihan, sehingga terjadi reaksi berikut :
I2 + I-
I3- K = = 7 x 102
Tetapan
kesetimbangan proses pembentukan kompleks ini tidak begitu besar, sehingga
kelebihan ion iodida dapat menggeser reaksi ke arah kanan, akibatnya dalam
larutan itu iodium berada dalam bentuk ion tri-iodida I3-
(Svehla, 1979).
Metode titrasi iodometri langsung
(iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode
titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari
iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem
reversibel:
I2(solid)
2e
2I-
Persamaan
di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat;
reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida
dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion
iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi
iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion
tri-iodida:
I2(aq) + I-
I3-
karena
iod mudah larut dalam larutan iodida, reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulis sebagai:
I3- +
2e
3I-
Potensial
reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan
zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium
dikromat, dan serium (IV) sulfat (Bassett, 1994).
Zat-zat pereduksi yang kuat (zat – zat potensial reduksi
yang jauh lebih rendah), seperti timah (II) klorida, asam sulfat, hidrogen
sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan
dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen,
atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan
dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam. Pada kondisi ini, potensial
reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).
Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral
atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang
terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi, dan oksidan akan direduksi secara
kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan
dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya
natrium thiosulfat (Bassett, 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat
bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah
lembayung yang kuat kepada pelarut – pelarut sebagai karbon tetraklorida atau
kloroform dan kadang – kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal)
kanji karena warna biru tua dari kompleks kanji – iodium dipakai untuk suatu
uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang
sedikit asam daripada larutan netral dan akan lebih besar lagi dengan adanya
ion iodida (Anonim1, 2007).
Larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometrik adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya
berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi
harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak
stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood,1986).
Jika larutan iodium dalam KI pada
suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium thiosulfat maka:
I3- + 2S2O32-
→ 3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O32-
yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai berikut : S2O32-
+ I3- → S2O3I-
+ 2I- yang mana berjalan terus menjadi: S2O3I-
+ S2O32-→ S4O62- +I3-
Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).
Uraian
bahan :
Aqua (Anonim, 1979)
a.
Nama
resmi
: Aqua
destilata.
b. Nama
lain
: Air
suling.
c. Struktur kimia
: H2O
d. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak
memiliki
rasa.
e. Kelarutan : -
f. Khasiat : Pelarut.
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Asam Sulfat (Anonim,
1979)
a. Nama resmi :
Acidum sulfuricum.
b. Nama
lain : Asam sulfat.
c. Struktur kimia : H2SO4
d. Pemerian
: Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna,
jika
ditambahkan ke dalam air menimbulkan
panas.
e. Kelarutan
: -
f. Khasiat
: Zat tambahan.
g. Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat.
Kalium Iodida (Anonim, 1979)
a.
Nama resmi : Kalii Iodidum.
b.
Nama lain : Kalium iodida.
c.
Struktur kimia : K — I
d.
Pemerian
: Hablur heksahedral; transparan atau tidak opak,
berwarna dan putih;
atau
serbuk butiran putih, higroskopik.
e.
Kelarutan : Sangat mudah
larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih,larut dalam etanol (95%) P;
mudah larut dalam gliserol P.
f.
Khasiat :
Antijamur.
g.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
(Pringgodigdo, 1973)
a. Bentuk kristal putih dengan rasa dingin
pahit
b.Larut dalam air dan minyak
terpentin, tidak larut dalam alkohol
c. Dapat membentuk asam sulfat dan sulfur
dalam larutan air
d.
Biasanya
tersedia dalam bentuk Na2S2O3.5H2O
Tembaga (II) sulfat (Dirjen
POM, (1979),731)
Nama resmi
: Cuprii sulfas
Sinonim
: Tembaga (II) sulfat
RM/BM
: CuSO4 / 249,68
Pemerian
: Prisma triklinik atau serbuk
hablur, biru.
Kelarutan
: Larut dalam 3 bagian air dan dalam 3 bagian gliserol P, sangat sukar larut
dalam etanol 95 % P
Khasiat
: Zat tambahan
Kegunaan
: Sebagai sampel
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar : Mengandung
tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari1001,0 %
CuSo4. 5H2O.
Asam asetat (Dirjen POM,
(1979),41)
Nama resmi
: Acidum aceticum
Sinonim
: Asam asetat
RM/BM
: CH3COOH
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam, tajam.
Kelarutan
: Dapat campur dengan air, dengan etanol 95% P dan dengan gliserol P
Khasiat
: Zat tambahan
Kegunaan
: Sebagai katalisator
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Amylum manihot (Dirjen
POM, (1979),93)
Nama resmi
: Amylum manihot
Sinonim
: Pati singkong
Pemerian
: Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil, putih, tidak berbau, tidak
berasa.
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol 95 % P
Khasiat
: Zat tambahan
Kegunaan
: Sebagai indikator
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk dan kering.
Indikator kanji merupakan indikator
yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu
dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri
sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan
sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan
adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator
juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik
seperti metil dan etil alkohol. (Underwood, 1993)
BAB
IV
HASIL
PRAKTIKUM
1.1
Tabel hasil praktikum Standarisasi larutan natrium tiosulfat 0,1 N dengan KBrO3.
No
|
Kelompok
|
Reaksi
|
Warna
|
Volume
|
1
|
Kel. 1
|
KBrO3 +
H2SO4 +
KI
|
|
|
2
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
3
|
|
Penambahan Amilum
|
|
|
4
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
5
|
Kel. 2
|
KBrO3 +
H2SO4 +
KI
|
Kuning jerami
|
|
6
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
Keruh
|
V1 = 21 ml
|
7
|
|
Penambahan Amilum
|
Keruh tidak biru
|
|
8
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
Kuning susu
|
V2 = 29 ml
|
9
|
Kel. 3
|
KBrO3 +
H2SO4 +
KI
|
|
|
10
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
11
|
|
Penambahan Amilum
|
|
|
12
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
13
|
Kel. 4
|
KBrO3 +
H2SO4 +
KI
|
|
|
14
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
15
|
|
Penambahan Amilum
|
|
|
16
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
Perhitungan
menentukan normalitas larutan natrium tiosulfat.
Vt . Nt = Vs . Ns
Vt . Nt = Vs . massa
sampel x 1
Bes Vs
Vt . Nt = massa
sampel x e sampel
Bms
Nt = massa
sampel x e sampel
Bms Vt
Nt = 0,7
gram x 1
167 29 ml
Nt = 1,4
x 10-4 N
Ekuivalen = KBrO3 → K+ + BrO-3
Jadi ekuivalennya = 1
Bms = dari
KBrO3
K= 39 = (39 x 1) + (80 x 1) + (16 x 3)
Br= 80 = 167
O= 16
1.2 Tabel hasil
praktikum menganalisis garam tembaga
No
|
Kelompok
|
Reaksi
|
Warna
|
Volume
|
1
|
Kel. 1
|
CuSO4
+ Na2CO3
2% + Asam Asetat + KI
|
|
|
2
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
3
|
|
Penambahan Amilum
|
|
|
4
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
5
|
Kel. 2
|
CuSO4
+ Na2CO3
2% + Asam Asetat + KI
|
Kuning jerami
|
|
6
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
Keruh
|
V1 = 17 ml
|
7
|
|
Penambahan Amilum
|
Keruh tidak biru
|
|
8
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
Kuning susu
|
V2 = 14 ml
|
9
|
Kel. 3
|
CuSO4
+ Na2CO3
2% + Asam Asetat + KI
|
|
|
10
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
11
|
|
Penambahan Amilum
|
|
|
12
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
13
|
Kel. 4
|
CuSO4
+ Na2CO3
2% + Asam Asetat + KI
|
|
|
14
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
15
|
|
Penambahan Amilum
|
|
|
16
|
|
Titrasi dengan Na2S2O3
|
|
|
Perhitungan
menentukan kadar Cu
Vt . Nt = Vs . Ns
Vt . Nt = Vs . massa
sampel x 1
Bes Vs
Vt . Nt = massa
sampel
Bes
Vt . Nt = massa
sampel x e sampel
Bms Vt
Massa
Cu =
Vt . Nt . Ar Cu
E
=
14 ml . 0,1 N . 65
1
Massa Cu = 91
mg = 0,091 gram
Kadar
Cu = Berat massa Cu x
100%
Volume CuSO4
Kadar
Cu =
0,091 gram x 100%
25 ml
Kadar Cu =
0,364 %
Ekuivalen = CuSO4 → Cu+ + SO2-4
Jadi ekuivalennya = 1
Ar Cu = 65
BAB V
PEMBAHASAN
Percobaan
iodometri/iodimetri ini bertujuan untuk melakukan standarisasi larutan Na2S2O3
yang telah dibuat dengan menggunakan larutan standar primer KBrO3,
dan menentukan jumlah Cu yang terkandung dalam CuSO4. Prinsip dari
percobaan ini adalah titrasi oksidasi reduksi dengan yodium sebagai dasar
analisis. Dimana dalam percobaan ini ion iodide digunakan sebagai agen
pereduksi (iodometri) sedangkan iod digunakan sebagai agen pengoksidasi
(iodimetri). Dalam percobaan ini Na2S2O3
digunakan sebagai titran hal ini dikarenakan banyak agen pengoksidasi
membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodine, larutan Na2S2O3
tidak stabil dalam jangka waktu yang lama, sehingga perlu dilakukan
standarisasi untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dengan menggunakan larutan
standar primer.
1. Standarisasi
Na2S2O3 dengan KBrO3
Dalam
proses iodimetri biasanya digunakan
larutan standar natrium tiosulfat. Larutan Na2S2O3
perlu distandarisasi karena larutan Na2S2O3
tidak stabil dalam jangka waktu yang lama. Bila disimpan lama, bakteri yang
memakan belerang akhirnya masuk ke larutan itu
dan dalam proses metaboliknya akan mengakibatkan penmbentukan SO3-,
SO42- dan belerang koloidal. Belerang ini akan
menyebabkan kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. (Underwood,1986)
Pada
standarisasi Na2S2O3 ini digunakan larutan
standar primer berupa KBrO3 sebanyak
0,7 gram yang dilarutkan dalam labu ukur sampai 250 ml karena KBrO3 merupakan oksidator kuat yang
mempunyai berat ekuivalen yang cukup tinggi, tidak higroskopis dan padatan atau
larutan yang amat stabil. (Underwood, 1986) . Kemudian pipet 35 ml larutan ke
dalam Erlenmeyer dan tambahkan 3 ml larutan asan sulfat 3M. dan kemudian
ditambahkan pula Kalium Iodida, kemudian ditutup dengan Alumunium foil dan
didiamkan ditempat gelap selama 5 menit, Fungsi
penambahan padatan kalium iodida ini untuk memperbesar kelarutan iodium yang
sukar larut dalam air dan kalium iodida ini untuk mereduksi analit sehingga
bisa dijadikan standarisasi. Kemudian ditambahkan larutan asam sulfat karena
titrasi ini dilakukan di suasana asam (pH < 8,0), bila pada pH > 8,0 maka
akan bereaksi dengan hidroksida. (Day &
Underwood,2001). Berdasarkan percobaan yang dilakukan, setelah 5 menit terjadi perubahan warna
menjadi kuning, kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3
sampai berubah warna menjadi keruh pada volume 21 ml. Selanjutnya ditambahkan
dengan indicator Amilum warnanya tetap keruh dan tidak terdapat warna biru kemudian
titrasi dilanjutkan dengan larutan Na2S2O3
warnanya berubah menjadi kuning susu pada volume 29 ml. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil praktikum tidak sesuai dengan literature yang menjelaskan bahwa Indikator
amilum ditambahkan ditengah-tengah titrasi untuk mendeteksi adanya iod bebas.
Dan ketika ditambahkan amilum terbentuk warna biru berarti terbentuk kompleks
iod dengan b-amilosa. Titik
akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru karena iodine bereaksi
dengan natrium tiosulfat. (Underwood,1986). Pada standarisasi larutan natrium
tiosulfat dengan KBrO3 didapatkan Normalitas untuk larutan natrium
tiosulfat sebesar 1,4 x 10-4 N melalui perhitungan dengan rumus :
Vt
. Nt = Vs . Ns
2. Menganalisis
Garam Tembaga
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk
natrium tiosulfat dan bila tiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga.
Larutan yang digunakan adalah CuSO4 yang kemudian ditambah KI yang bertujuan untuk
menghasilkan iod bebas. Reaksi :
2Cu2+ + 4I- -->2CuI(S) + I (
Underwood, 1986 )
Pada percobaan ini awalnya larutan CuSO4 berwarna biru muda kemudian ditambah 3
tetes Na2CO3 2%, 3
ml Asam asetat 2N dan 1 gram KI warnanya
menjadi kuning. Selanjutnya setelah
dititrasikan dengan natrium thiosulfat sebanyak 17 ml warnanya berubah
menjadi kuning jerami dan setelah ditambahkan amilum sebanyak 1 ml warnanya
menjadi kuning ada birunya kemudian dilakukan titrasi kembali dengan thiosulfat
sebanyak 14 ml warnanya menjadi kuning dan birunya hilang. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil praktikum sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa Pemberian
indikator amilum diberikan saat mendekati titik akhir titrasi atau pada
pertengahan titrasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada iod bebas
yang terbentuk. Warna biru yang terjadi adalah warna dari komplek iod-kanji
yaitu ikatan antara iod dengan β-amilosa. Titik akhir reaksi ditandai
berubahnya warna biru menjadi jernih, ini berarti semua iod bebas yang
terbentuk bereaksi dengan ion S2O32-.( Underwood, 1986 ) pada percobaan
menganalisis garam tembaga ini didapatkan hasil bahwa kadar Cu dalam larutan CuSO4
adalah 0,364 % melalui perhitungan dengan rumus
Kadar
Cu = Berat massa Cu x
100%
Volume CuSO4
Dari
hasil kedua percobaan yang telah dilakukan terdapat kesalahan-kesalahan yang
menyebabkan hasil praktikum tidak sesuai dengan literature hal ini disebabkan
karena beberapa faktor antara lain :
- oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan meningkatnya asam)
- reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8)
- larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit hilang warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran.
- pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum dan hasil peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.
- penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam KI.
- larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan larutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat menjadi ion sulfat
(Perdana,
2009).
Kekurangan
kanji sebagai indicator adalah :
- kanji tidak larut dalam air dingin
- suspensinya dalam air tidak stabil
- bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I2 akan membentuk kompleks Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka penambahan kanji dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen.
(Perdana, 2009).
BAB VI
PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan
tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan berikut :
- Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
- Pada percobaan Standarisasi Na2S2O3 dengan KBrO3 , Normalitas Na2S2O3 yang diperoleh dari hasil percobaan adalah 1,4 x 10-4 N.
- Kadar tembaga dalam garam CuSO4.5H2O dapat ditentukan dengan cara iodometri.
- Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.
- Massa tembaga pada larutan diketahui sebesar 0,091 gram dan kadar tembaga dalam larutan sebesar 0,364 %.
B.
Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum mahasiswa
lebih berhati-hati dan teliti lagi supaya tidak terjadi kesalahan-kesalahan
yang menyebabkan hasil praktikum tidak sesuai dengan literature.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Basset, J.C., F.C. Denay, S.B. Jefferey
& J. Mendham.1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik,
diterjemahkan oleh L. Setiawan. Edisi Keempat. EGC. Jakarta.
2.
Underwood, A.L., day, RA., (1993),
“Analisa Kimia Kuantitatif”, Edisi V, Alih Bahasa : R. Soedonro, Erlangga,
Surabaya, 302-304
3.
Rohman,
Abdul, 2007, Kimia Farmasi Analisis,
Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
4.
Svehla,
G., 1979, Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke lima, PT. Kalman Media
Pusaka, Jakarta.
5. Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia,
Jakarta.
6. Khopkar, S. M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta.
7. Day, R.A & Underwood, A. L.,
1986, Analisis Kimia Kuantitatif,
Erlangga, Jakarta.
8. Rivai,
Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
9. Dirjen
POM, (1979), “Farmakope Indonesia”, edisi III, Departemen Kesehatan RI.,
Jakarta, 143, 581, 587, 714
10. Day,
R.A & A.L.Underwood. 2001. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh
iis Sopyan. Erlangga.Jakarta.
11. Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia,
Jakarta.
Permisi, izin salin sebagian teorinya ya. Terimakasih banyak.
BalasHapusiya, semoga membantu
BalasHapussumber pustaka Perdana (2009) dari mana ya? terima kasih
BalasHapus